Pemungutan suara atas resolusi itu kemungkinan besar berlangsung pada hari Kamis (23/2/2023).
Apa respons Rusia?
Rusia telah menyampaikan penolakannya atas draf resolusi itu. Mereka menyebut resolusi itu tidak seimbang dan anti-Rusia, serta mendesak Majelis Umum PBB untuk memilih tidak menggunakan pemungutan suara.
Dalam argumennya, Moskwa menyampaikan bahwa mereka sedang melawan sesuatu yang mereka sebut sebagai perang proksi dengan Barat, membidik pada negara-negara Barat yang menyuplai senjata untuk Ukraina kemudian menjatuhkan sanksi atas Rusia.
“Barat telah berani mengabaikan kekhawatiran kami dan terus-menerus mendekatkan insfrastruktur militer NATO ke perbatasan kami,” ujar Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzya di hadapan Majelis Umum PBB.
“Mereka siap menjerumuskan seluruh dunia ke jurang peperangan,” tambah Nebenzya.
Nebenzya mengakui bahwa Rusia tidak punya pilihan lain selain meluncurkan yang disebutnya sebagai “operasi militer khusus” di Ukraina pada 24 Februari tahun 2022 lalu.
Seruan pengadilan khusus untuk kejahatan agresi Rusia
Menjelang Sidang Majelis Umum PBB pada Kamis, ibu negara Ukraina Olena Zelenska juga menyerukan agar adanya sebuah pengadilan internasional untuk mengadili Rusia.
Hal tersebut ia sampaikan melalui sebuah video di hadapan para diplomat top dunia.
Warga Ukraina telah banyak terbunuh selama setahun penuh di depan mata dunia. “Di kota, desa, apartemen, gedung teater, dan rumah sakit” ungkapnya dalam video tersebut.
“Saya rasa Anda akan setuju terlepas dari apa kebangsaan dan negara kami, kami berhak untuk tidak dibunuh di rumah kami sendiri,” tambahnya.
Zelenska meminta PBB untuk segera membentuk sebuah pengadilan khusus atas kejahatan agresi Rusia.