siar.id, Jakarta – Secangkir minuman hangat menemani pertemuan antara Ketua Dewan Pertimbangan PPP Romahurmuziy dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor PDIP Jakarta, Rabu sore awal Maret 2023 lalu. Pertemuan tersebut berlangsung dengan santai dan penuh kehangatan.
Momen perjamuan itu terungkap setelah Romy, sapaan Romahurmuziy, mengunggah foto pertemuan di akun instagram pribadinya @romahurmuziy. Romy mengatakan, banyak hal yang dibahas dalam persamuhan tersebut. Di antaranya tentang nostalgia PDIP dan PPP saat perjalanan pemerintahan Mega-Hamzah Haz.
Manuver Romy dan PDIP disebut bakal menggoyahkan pondasi Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB yang sudah didirikan oleh PPP, Partai Golkar, dan PAN. Terlebih PDIP menegaskan tak ingin sendiri dalam mengarungi perjalanan Pilpres 2024. Ada tiga parpol yang tengah didekati PDIP saat ini, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Golkar.
Bila demikian, apakah koalisi yang dideklarasikan pada Sabtu malam, 4 Juni 2022 lalu bakal terancam bubar jalan? Menurut Ketua DPD Jawa Barat Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, pihaknya terbuka dengan parpol lain. Namun, dia menegaskan partai berlambang pohon beringin itu tidak akan pisah dari Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB.
“Pertama Golkar dengan KIB masih sangat solid. Karena masih solid maka dalam posisi Golkar yang masih menjadi bagian dari KIB maka kita tidak bisa dipisahkan dalam konteks koalisi ini dengan KIB,” kata Ace, saat ditemui di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Dia pun meminta agar tak ada anggapan bahwa Golkar bermain mata dengan parpol lain untuk membangun koalisi. Sebab, hingga saat ini koalisi yang dibangun PAN, PPP, dan Golkar tetap solid.
KIB Tidak Bubar
“KIB sendiri tidak bubar. Saya kira itu jelas ya. Jadi jangan sampai ditafsirkan bahwa Golkar main sendiri, berkoalisi dengan partai lain. Jadi, KIB hingga saat ini masih solid, masih ada dalam satu platform bersama dan konsisten dengan tahapan-tahapan termasuk nanti di akhir menentukan pemilihan capres dan cawapres,” tegasnya.
Pengamat Politik sekaligus CEO and Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai KIB saat ini memang bisa disebut masih solid. Indikasi yang bisa dilihat, kata dia, tidak ada satu pun dari tiga partai tersebut yang menyatakan dengan tegas pergi meninggalkan koalisi.
“Mereka belum pernah mengatakan ada yang keluar dari barisan koalisi, masih ada tim kecil, ada penjajakan masih ada diskusi, dan mereka masih mengatakan bagian dari koalisi KIB, tidak ada yang keluar. Ini dibilang solid,” kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Meski demikian, terdapat mazhab atau pandangan lain yang menyebutkan koalisi ini tengah berada di ujung tanduk alias terancam bubar jalan. Kondisi ini bermuara dari masih alotnya internal KIB dalam menyepakati sosok capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024.
“KIB tidak mengusung capres cawapres, apakah KIB tidak punya capres cawapres, menjadi alasan mereka belum mengumumkan capres cawapresnya. Kemudian ada statemen dari (salah satu partai) KIB yang muncul (nama) Ganjar Erick. Itu kan sebenarnya menampar atau tidak berkomitmen. KIB tapi yang diusung Ganjar-Erick, ini kan nggak nyambung. Artinya itikad baik untuk KIB dipertanyakan sebetulnya. Kecuali misalnya ada Airlangga-nya. Kalau misalnya Ganjar Airlangga masih okelah,” dia menjelaskan.
Pangi menilai manuver yang dilakukan sejumlah elite partai di KIB yang melakukan komunikasi dengan parpol lain merupakan hal yang lumrah. Langkah itu untuk memperluas ruang gerak dan menyamakan persepsi. Sehingga koalisi tersebut leluasa dan tidak hanya terkunci pada tiga partai saja.
Namun demikian, dia menyayangkan pandangan elite partai politik yang mengedepankan sikap transaksional dan pragmatisme dalam membangun sebuah koalisi. Akibatnya, jalinan kerja sama yang sudah dibuat, akan mudah terkoyak bila transaksi pragmatisme politik tidak tercapai.
“Koalisi kita ini tidak solid karena basis atau lem perekat itu bukan pada ideologi atau programatic atau persamaan kepentingan dalam hal legacy kebijakan. Yang lebih menonjol DNA koalisi berbasis soal figur. Sehingga mereka berkoalisi dengan syarat kader mereka diusung menjadi capres atau cawapres. Atau mereka berkoalisi bisa juga transaksional mana peluang besar menang. Itu baru irisan basis koalisi kita. Sehingga koalisi itu gampang bubar jalan, pecah kongsi. Karena bangunan koalisinya itu masih bersifat transaksional dan pragmatis saja,” terang Pangi.
“PAN sudah kelihatan arahnya ke mana, dan sudah tidak bisa dipegang lagi. Jadi memang betul-betul sangat transaksional banget PAN ini, pragmatis banget, transaksional banget,” dia menandaskan.
Sedangkan Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengungkapkan, pada prinsipnya Koalisi Indonesia Bersatu adalah Jokowi. Koalisi itu akan tetap solid di bawah kendali Jokowi.
“Ya mungkin manuver-manuver mereka (tokoh parpol KIB) itu disuruh Jokowi juga. Mengapa? Karena kalau diam tidak bergerak, kan terbaca oleh lawan. Tetapi kalau ketika mereka bergerak ke sana ke mari, bermanuver, itu langkah-langkahnya tidak terbaca, seolah tidak solid dan lainnya. Ujung-ujungnya dari segala permainan itu ya mereka patuh dan taat pada Jokowi,” kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (16/3/2023).
Dia meyakini, dalam internal KIB terjadi tarik menarik terkait tentang sosok capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024. Namun kembali lagi, persoalan itu akan terselesaikan setelah kandidat yang didukung mendapat restu dari Jokowi.
“Tarik menarik (nama capres cawaspres) pasti ada, karena Airlangga nyapres. Tapi ujungnya, capres cawapresnya itu yang direstui Jokowi. Begitu mereka yang tidak setuju dengan Jokowi, Ketua umumnya diganti. Dan itu seperti terjadi di kasus Suharso Monoarfa (mantan Ketua PPP),” kata dia.
Terkait dengan PDIP berkoalisi dengan KIB, kata dia, tergantung dengan sosok capres yang akan diusung dari Partai berlambang banteng tersebut. Bila Puan Maharani yang dimajukan, PDIP disebutkan akan bertarung sendiri tanpa adanya koalisi.
“PDIP punya harga diri, tergantung kepentingannya. Semua mata sedang menunggu PDIP, kalau PDIP mengusung puan, PDIP tidak bergabung dengan yang lain. Tetapi kalau mengusung Ganjar, justru KIB yang akan bergabung dengan PDIP,” dia menandaskan.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, selama Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penetapan capres dan cawapres, partai-partai politik yang berkoalisi masih bisa bergeser dari porosnya. Partai itu akan bisa disebut solid koalisi ketika sudah mendaftarkan kandidatnya pada Oktober mendatang.
“Jadi bagi saya tolak ukurnya adalah pendaftaran KPU dan diumumkan sebagai kandidat 2024. Sebelum itu semua, bahkan tidak hanya cair bahkan cukup mungkin untuk meleleh,” ucap dia dalam diskusi Obrolan Balkon Liputan6.com, Rabu 15 Maret 2023.
Adi menjelaskan ada dua hal untuk menentukan partai tetap solid pada koalisinya atau sebaliknya, bubar sebelum layar terkembang. Pertama, dia menerangkan, partai-partai itu pasti akan berkoalisi kalau mereka memungkinkan memenangkan pertarungan.
“Tidak mungkin koalisi itu dibentuk kalau hanya sebatas pelengkap penderita atau hanya sebatas ornamen pemilu 5 tahunan makanya saya membaca nanti kalaupun toh sudah mulai muncul poros-poros politik sebelum ada ketetapan resmi dari KPU rasa-rasanya partai-partai ini bisa hijrah ke satu poros ke poros yang lainnya dengan melihat kekuatan capres dan capres yang akan diusung,” ujar dia.
“Kalau capres dan cawapres yang ada di poros-poros saat ini itu relatively misalnya kemungkinan tidak akan memenangkan pertarungan, maka sangat mungkin partai pengusungnya yang sudah jauh-jauh hari bikin koalisi itu akan berlalu dan bahkan bisa bubar jalan. Jadi prinsipnya adalah soal bagaimana jagoan yang diusung itu bisa menang atau tidak,” kata dia.
Untuk KIB, menurut Adi, saat ini memang belum terlihat dinamika politiknya lantaran belum muncul nama capres dan cawapres yang akan diusung. Meski disebut PAN ada nama Ganjar Pranowo-Erick Thohir, namun itu belum diamini oleh partai rekan koalisi KIB.
“Belum ada pernyataan bersama dari ketiga partai itu tentang siapa kandidat capres yang akan diumumkan nantinya secara kolektif,” ujar dia.
Variabel-variabel ini yang menurutnya bisa menjelaskan apakah koalisi-koalisi akan tetap solid sampai Oktober ataukah akan bubar jalan. Karena semua partai politik itu sedang memasang tarif tinggi kepada semua Ketua umumnya untuk bisa maju dalam kontestasi Pilpres 2024.
“Ini tentu ada harapan ada coat-tail effect yang bisa didapatkan di 2024 nantinya. Karena pemilu yang dilaksanakan secara serentak Pilpres dan Pileg itu agak rumit bagi partai-partai yang tidak bisa mengusung kandidat capres sendiri. Khawatir pilegnya itu tergerus, khawatir suara anggota DPR nya itu berkurang hanya karena mereka tidak bisa mendapatkan keuntungan ekor jas dari capres dan cawapres yang akan diusung,” Adi menandaskan.